Posted by : Slamet Sabtu, 07 Januari 2017

MAKALAH
FILSAFAT UMUM DILIHAT DARI ASPEK
LOGIKA, ESTETIKA, METAFISIKA



DOSEN PENGAMPU :
Drs. KHAIRUNAS RUSLI, M.Pd.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK II
SLAMET SUBAGJA
WAHYU AGUSTIN
KURNIAWATI

JURUSAN : PGMI

FAKULTAS : TARBIYAH




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai obyek kajian yang meliputi obyek materi dan obyek formal. Obyek materi filsafat adalah “segala sesuatu yang ada”(dan yang mungkin ada). Dari obyek dimaksud lahirlah pertanyaan; apakah filsafat itu? Banyak raagam jawaban yang bias diajukan untuk menjawab pertanyaan ini. Menurut Bertrand Russel (1872-1970) pada umumnya, ahli filsafat ini memandang “filsafat sebagai suatu kritik terhadap pengetahuan. Filsfat memeriksa suatu kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu ketidaklarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas itu. Filsafat adalah tidak  lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara radikal, tidak secara dangkal atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti setelah segala sesuatu diselidiki problem-problem apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari”.
Ada banyak pendapat menurut beberapa ahli tentang cabang-cabang filsafat. Disini kami medapankan kesempatan dalam membahasan materi  tentang filsafat dilihat dari segi logika, metafisika dan estetika. Yang mana kami akan berusaha semaksimal mungkin dalam membahasa dan menguraikan materi tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Defenisi logika
2.      Pembagian logika
3.      Pengertian estetika
4.      Pengertian keindahan
5.      Pengertian Metafisika
6.      Perbedaan metafisika dengan pengetahuan lain

C.     Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain.
1.      Untuk mengenai defenisi logika
2.      Untuk mengetahui pembagian-pembagian logika
3.      Untuk mengetahui defenisi estetika
4.      Untuk mengetahui perbedaan metafisika dengan pengetahuan lain




PEMBAHASAN
A.     Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangn pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hamper sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian  filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan secara terminologi.
1.      Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas philein yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).  Sehingga secara etimologi  istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582-496 SM)[1] . Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 SM) dan para filsuf lainnya.[2]
2.      Filsafat secara terminologi
Secara terminologi adalah arti  yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan. Beberapa pandangan menurut filsuf tentang pengertian filsafat [3]
a.       Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b.      Aristoteles
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan)
c.       Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu..
B.     Pembagian (cabang-cabang) Filsafat
Filsafat secara garis besar dapat dibagi kedalam dua kelompok, yakni filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Filsafat sistematis bertujuan dalam pembentukan dan pemberian landasan pemikiran filsafat. Didalamnya meliputi logika, metodologi, epistemology, filsafat ilmu, etika, estetika, metafisika, filsafat ketuhanan (teologi), filsafat manusia dan kelompok filsafat  khusus seperti filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat komunikasi dan lain-lain. Adapun sejarah filsafat adalah bagian yang berusaha meninjau pemikiran filsafat disepanjang masa.
1.      Pembagian/Cabang Filsafat Menurut Para Ahli
Ada beberapa pendapat menurut para ahli filsuf tentang pembagian/cabang filsafat diantaranya sebagai berikut[4] :
a)      Louis O. Kattsoff menyebutkan bahwa cabang filsafat adalah logika,metodologi, metafisika, epismetologi, filsafat biologi, filsafat psikologi,filsafat antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan fildsafat agama.
b)      The Liang Gie membagi filsafat sistematis menjadi :
1.      Metafisika (filsafat tentang hal yang ada)
2.      Epistemologi (teori pengetahuan)
3.      Metodologi (teori tentang metode)
4.      Logika (teori tentang penyimpulan)
5.      Etika (filsafat tentang pertimbangan moral)
6.      Estetika (filsafat tentang keindahan)
7.      Sejarah filsafat
c)      Harry Hamersma membagi cabang filsafat menjadi :
1.      Filsafat tentang pengetahuan : epistemology, logika, kritik ilmu-ilmu.
2.      Filsafat tentang keseluruham kenyataan :
a.       Metafisika umum (ontology)
b.      Metafisika khusus terdiri atas: teologi metafisik, antropologi, kosmologi.
3.      Filsafat tentang tindakan: etika dan estetika.
4.      Sejarah filsafat
d)      Plato membedakan lapangan filsafat kedalam tiga cabang, yaitu  dealetika, fisika, dan etika.
e)      Aristoteles merumuskan pembagian filsafat kedalam empat cabang, yaitu
1.      Logika
Ilmu ini bagi Aristoteles dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
2.      Filsafat teoretis (filsafat nazariah)
Dalam cabang ini tercangkup tiga macam ilmu, yaitu
·         Ilmu fisika yang mempersoalkan dunia meteri dari alam nyata ini
·         Ilmu matematika yang mempersoalkan benda-benda alam dalam kuantitasnya
·         Ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu.
LOGIKA
1.      ARTI KATA DAN DEFINISI LOGIKA
Logika berasal dari bahasa Yunani, dari kata sifat ‘logike’ yang berhubungan dengan kata benda ‘logos’ yang berarti perkataan atau kata sebagai manifestasi dari pikiran manusia. Dengan demikian terdapatlah suatu jalinan yang kuat antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Secara etimologis dapatlah diartikan bahwa logika itu adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.
“Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke 1 sebelum masehi)”[5], tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke 3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.[6]
Disamping dua filsuf diatas (Cicero dan Alexander Aphrodisias), Aristoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika. Aristoteles memakai istilah analitika dan dialegtika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar, sedangkan dialegtika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya
Dengan berpikir atau benalar, merupakan suatu bentuk kegiatan akal/ratio manusia dengan mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera dan ditunjukkan untuk mencapai sutau kebenaran.
Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manisfestasinya ialah: mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan alsan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan,menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kualitasnya, membahas secara ralitas dan lain-lain.
Didalam aktifitas berpikir itulah ditunjukkan dalam Logika wawasam berpikir yang tepat atau ketepatan pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan Logika yang disebut berpikir logis.
Sedangkan yang bertentangan dengan penggarisan Logika disebut tidak logis, yang bermuara kepada kesesatan pikiran yang menimbulkan kesesatan tindakan manusia.
Untuk mempermudah memahami apa itu logika, berikut contoh logika dalam kehidupan sehari hari :
X : Saya naik motor ke kampus.
Y : Saya tidak terlambat.
Konvers : Jika saya tidak terlambat, maka saya naik motor ke kampus.
Invers : Jika saya tidak naik motor ke kampus, maka saya terlambat.
Kontraposisi : Jika saya terlambat, maka saya tidak naik motor ke kampus.
2.      PEMBAGIAN LOGIKA
“Logika menurut The Liang Gie (1980) dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut”.[7]
1.      Logika Makna Luas dan Logika Makna Sempit
Menurut john C. Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit. “Dalam arti sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakainnya mencangkup kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana sistem-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri”[8].
2.      Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dalam logika jenis ini yang terutama ditelaah, yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah dan aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas penalaran dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah kecil hal, atau anggota sesuatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atua seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.
3.      Logika Formal dan Logika Material
“Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material”. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya.(The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor.
4.      Logika Murni dan Logika Terapan
Menurut Leonard, “logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti”[9] dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesalahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat didalamnya.
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu ilmu mengenakan asas dan aturan logika bagi istilah dan ungkapan yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan suatu logika terapan dari ilmu yang bersangkutan.
5.      Logika Filsafati dan Logika Matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

3.      HAKIKAT PENALARAN
Suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan pengetahuan disebut penalaran. Pada hakiakatnya manusia itu adalah makhluk yang berpikir, bernalar, beremosi, bersikap dan beramal. Sikap dan pengalamannya bersumber pada pengetahuannya melalui aktifitas berpikir, bernalar dan beremosinya.
Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu  mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan  ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih”[10].
Berpikir adalah suatu aktivitas untuk menemukan pengetahuan yang benar atau kebenaran. Kebenaran itu bersifat individual, oleh karena itu aktivitas proses berpikir manusia guna menghasilkan pengetahuan yang benar itu juga berbeda-beda. Jadi setiap jalan pikiran, manusia memiliki kriteria kebenaran sebagai landasanbagi proses penemuan kebenaran itu.
Penalaran adalah suatu proses penemuan kebenaran, dimana setiap jenis penalaran itu memiliki kriteria kebenaran masing-masing.
Penalaran sebagai suatu aktivitas berpikir mempunyai dua buah ciri-ciri sebagai berikut. [11]
a.       Adanya pola berpikir yang disebut logika atau proses berpikir logis.
Berpikir logis itu mempunyai konotasi jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Sering terjadi adanya kekacauan penalaran, atau artinya suatu proses berpikir itu disebut logis dari sudut logika yang lain. Hal ini karena sering kita tidak konsisten (taat asas) dalam memakai pola berpikir tertentu.
b.      Adanya sifat analitik dari proses berpikir manusia. Penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang memakai logikanya sendiri pula. Sifat analitik ini adalah konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa pola berpikir tersebut tidak akan ada kegiatan analisis, karena pada hakikatnya analisis adalah suatu aktivitas berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Selanjutnya penalaran itu berkaitan dengan pola berpikir imajinasi seseorang (imaginative thinking), yaitu suatu daya/kemampuan seseorang dalam merangkaikan rambu-rambu pikiran menurut suatu pola tertentu.
Menurut Randell dan Buchler, bahwa kebenaran didalam agama tidaklah merupakan kebenaran yang harfiah (letterlijk/literal) atau faktual, melainkan bersifat simbolik, moral atau imajinatif[12].
Dapat disimpulkan bahwa tidak semua aktivitas berpikir manusia adalah bersifat logis dan analitis. Atau cara berpikir yang tidak termasuk kedalam penalaran, bersifat tidak logis dan tidak analitik. Jadi dapat dibedakan antara ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir bukan menurut penalaran.
4.      HUBUNGAN LOGIKA DENGAN ILMU PENGETAHUAN
Untuk memperjelas eksistensi logika sebagai suatu ilmu pengetahuan kami mencoba menghubungkannya dengan ilmu pengetahuan yang mempermasalahkan aktifitas pikiran manusia, yaitu ilmu jiwa (psikologi), terutama tentang cara berpikir anak-anak yang belum dewasa. Sedagkan perbedaan-perbedaannya adalah sebagai berikut [13]:
a.       Logika hanya mempersoalkan aktifitas berpikir manusia sepanjang memenuhi aturan-aturan atau hukum-hukum berpikir valid/sahih/benar agar supaya memperoleh ketetapan atau kebenaran.
Psikologi mempersoalkan aktifitas berpikir manusia, ssentimen-sentimennya, emosinya dan kemauannya.
b.      Logika mempelajari aktifitas berpikir manusia dengan memberikan penilaian benar atau salah. Oleh karena itu logika disebut juga sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif.
Psikologi sebaliknya yaitu menyelidiki aktifitas berpikir manusia sebagai proses kenyataan dalam individu yang konkrit. Dalam pengolahnya tidaklah bersifat normatif, menentukan tentang suatu kriteria benar atau salah, tetapi sekedar memaparkan atau melukiskannya gejala kejiwaaan itu. Dan karena itu disebut ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif.
c.       Logika disebut juga ilmu pengetahuan yang bersifat teoretis dan praktis.
Psikologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat teoretis saja.

Dapatlah kami simpulkan bahwa walaupun logika dan psikologi merupaka dua lapangan atau bidang studi yang berbeda, pengetahuan tentang psikologi sangatlah berguna dalam mengkaji bidang studi ilmu logika. Sebaiknya asas-asas kaidah-kaidah atas hukum hukum logika berlaku dan sangat penting bagi semua ilmu pengetahuan lainnya.
5.      SYARAT POKOK DALAM LOGIKA
Kita sebagai insan rasional (homo rationalle), makhluk berakal sudah dibedakan oleh Allah dengan makhluk yang tidak berakal. Hanya dalam pengalaman sehari-hari, sering kita kurang mempergunakan akal dan pemikiran kita yang sebaik-baiknya.
Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat diperdayaguna dengan membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang benar/valid/sahih, maka ada tiga syarat pokok yang harus kita penuhi sebagai berikut[14] :
a.       pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran.
Apabila titik pangkal suatu pemikiran tidak pasti, maka kesimpulan yang ditarik daripadanya juga tidaklah akan pasti, bahkan mungkin saja salah.
b.      Alasan-alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat.
Dalam kehidupan kita  sehari-hari seringkali terjadi bahwa seseorang itu dalam mengajukan pendapat, dalam menarik kesimpulan tentang suatu fakta yang diamatinya sudah merasa yakin dan pasti, padahal alasan-alasan yang dikemukakan tidaklah cukup, tidaklah mengena, tidaklah memberikan pembuktian sama sekali.

Jadi terdapat banyak hal atau keadaan yang dapat dibuktikan hanya dengan suatu fakta/kenyataan, meskipun sering juga diperlukan penelitian yang seksama.

Tetapi banyak pula hal atau keadaan yang hanya dapat dibuktikan dengan suatu pemikiran, yang merupakan tahapan berpikir yang tersusun logis menjadi jalan pikran manusia. Hal ini kemungkinan berpangkal pada suatu dalil umum atau suatu anggapan yang dimasukkan secara diam-diam. Untuk menganalisis jalan pikiran seperti itu tahapan berpikir dan alasan-alasannya perlu dieksplisitkan terlebih dahulu.
c.       Jalan pikiran haruslah logis.
Apabila titik pangkal bepikir manusia itu memang sudah benar dan tepat tetapi jalan pikirannya tidaklah tepat atau benar, maka jelas kesimpulan yang diambil juga tidak tepat dan benar.
Yang dimaksud dengan jalan pikiran manusia ialah adanya hubungan antara titik pangkal berpikir/alasan-alasan atau premis-premis dan kesimpulan (konklusi) yang dapat ditarik. Apabila ada hubungan tersebut tepat dan logis, maka kesimpulannya disebut sahih/valid/benar.
6.      KEGUNAAN PELAJARAN LOGIKA
Tokoh filsuf “Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika”[15]. Tidaklah berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika. Semua ilmuan dan filsuf sebelumnya tidak ada logika. Semua ilmuan dan filsuf sebelum Aristoteles telah mempergunakan logika dengan sebaik-baiknya, oleh karena tiap uraian ilmiah adalah berdasarkan logika. Logika tidak lain dari berpikir sacara teratur, konsisten (taat asas), setia pada aturan yang tepat atau setia kepada kualitas. Jadi dalam berpikir kita selalu mempertautkan isi pikiran itu dalam hubungan yang tepat.
Adapun kegunaan pelajaran logika ini sangat serung diperdebatkan orang. Disatu pihak orang-orang yang belum pernah mempelajari logika berperasaan mampu berdebat secara logis terhadap segala masalah tanpa berbekal pengetahuan logika. Dilain pihak orang-orang yang pernah belajar logika dihinggapi rasa kebosanan dan kejemuan dalam teknik serta analisisnya di dalam proses logika tersebut. Dan kenyatannya bahwa seseorang dapat pula berbuat kesalahan logis walaupun telah mempelajari logika.
Adapu jawaban kita terhadap dua tukub yang bertentangan ini ialah bahwa tujuan umum pelajaran logika sebagai suatu studi ilmiah hanyalah memberikan prinsip-prinsip, hokum-hukum tentang berpikir yang tepat atau benar guna mencapai kebenaran. Terserahlah seseorang itu apakah mau menggunakannya atau tidak. Pada dasarnya pelajaran logika dapat menimbulkan kesadaran untuk menggunakan sistem-sistem, prinsip-prinsip, hukum-hukum tentang berpikir yang sistematis.
Demikianlah kami dapat menyimpulkan beberapa kegunaan pelajaran logika sebagai berikut:
a.       Membantu setia orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren.
b.      Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan objektif
c.       Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
d.      Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindarkan kekeliruan serta kesesatan.
ESTETIKA
A.     PENGERTIAN ESTETIKA
Estetika dari kata yunani aesthesis atau pengamatan adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Objek dari astetika adalah pengalaman akan keindahan. Dalam estetika yang dicari adalah hakikat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan keindahan rohani, keindahan alam dan keindahan seni), diselidiki emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah , agung, tragis, bagus, mengharukan, dan sebagainya.
Dalam estetika dibedakan menjadi estetika deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan, sedangkan estatika normatif mencari dasar pengalaman itu. Misalnya, ditanyakan apakah keindahan itu akhirnya sesuatu yang objektif( terletak dalam lukisan) atau justru subjektif(terletak dalam mata manusia sendiri).
Perbedaan lain dari estetika adalah estetis filsafati dengan estetis ilmiah. Melihat bahwa defenisi estetika merupakan sesuatu persoalan filsafat yang sejak dulu sampai sekarang cukup diperbincangkan para filsuf dan diberikan jawaban yang berbeda-beda. Perbedaan itu terlihat dari berlainanya sasaran yang dikemukakan . the liang gie merumuskan sasaran itu sebagai berikut.
1.      Keindahan
2.      Keindahan dalam alam dan seni
3.      Keindahan khusus pada seni
4.      Keindahan ditambah seni
5.      Seni ( segi penciptaan dan kritik seni serta hubungan dan peranan seni)
6.      Citarasa
7.      Ukuran nilai baku
8.      Keindahan dan kejelekan
9.      Nilai nonmoral (nilai estetis)
10.  Pengalaman estetis
      Estetis filsafati adalah estetis yang menelaah sasarannya secara filsafati dan sering disebut estetis tradisional. Estetis filsafati Ada yang menyebut estetis analisis, kerena tugasnya hanya mengurai. Hal ini dibedakan estetis yang  empiris atau estetis yang dipelajari secara ilmiah.
Keindahan itu sendiri berawal dari cinta, dan filsafat hakikat cinta. Secara psikilogis, keindahan itu bukan hanya yang berbau kenikmatan yang menyenangkan. Cinta bertaut dengan benci, kehidupan bertaut dengan kematian, rindu dan cemburu, gembira dan sedih, suka-duka, penyesalan dan emosi-emosi lainya yang menjadi hukum keseimbangan. Jika manusia tidak mengenal kematian, bumi tak mampu menampung jumlahnya yang terus bertambah. Jika cinta dan bertaut kebencian, manusia terhanyut kepada hawa nafsu yang tak beratuturan. Begitulah seterusnya
Keindahan kelahiranya didorong oleh emosi cinta dan kebencian. Secara aksiologis, keindahan hanya dapat dideteksi oleh kepekaan rasa. Indah itu irasional, tetapi jangan dikira bahwa yang irasional berarti tidak indah. Puncak seni adalah keindahan ,tetapi ketika keindahan itu merasuki jiwa, yang diraskan kemudian adalah kenyaman dan ketentraman.
Contoh beberapa estetika diantaranya : bahwa mamusia selalu mencari keindahan  dapat dilihat ketika  perayaan penyambutan malam  tahun baru. Hampir semua negara memiliki tradisi mengadakan pesta kembang api tepat pukul 00.00 untuk menyambut datangnya tahun baru. Pada malam tahun baru masyarakat yang kebanyakan terdiri dari anak - anak muda ramai memadati alun - alun kota untuk melihat kembang pesta kembang api. Karena kembang api merupakan sesuatu yang indah, sehingga masyarakat menyukai hal tersebut.

B.     PENGERTIAN KEINDAHAN
Keindahan menurut etimologi berasal dari kata latin bellum akar kata bonum yang berati kebaikan. Menurut cakupanya dibedakan keindahan sebagai suatu kualitas abstrak (beauty) dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah (the beautiful). Kedua hal itu dalam filsafat kadang-kadang dicampuradukan saja.
Keindahan menurut luasnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1.      Keindahan dalam arti yang terlas
Keindahan merupakan pengertian yang berawal dari bangsu yunani  dahulu yang didalamnya tercakup ide kebaikan. Aristoleles menyebut keindahan sebagai suatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menyebut ilmu yang indah dan kebajikan yang indah.
2.      Keindahan dalam arti estetis murni
Menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungan dengannya dengan segala sesuatu yang diterapnya.
3.      Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan
Jadi disini lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan berupa dari bentuk dan warna.
Pengertian lain dari keindahan seperti yang digambarkan oleh Herbert Read, Thomas Aquinas dan Kaum Sofis di Athena. Herbert Read memberikan pengertian keindahan, yakni kesatuan dari beberapa hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan indrawi kita. Thomas Aquisnas menyatakan keindahan sama dengan sesuatu yang menyenangkan.




C.     FILSAFAT SENI
Rasa estetis yang keindahanya disadari atau ada di alam sadar bisa disebut seni. Maka obyek telaah masalah keindahan bisa lebih jelas dalam dunia seni, karena seni itu sendiri keindahanya bisa diungkapkan secara inderawi dan akal.
Dalam dunia seni kita mengenal adanya seni karya dan seni ulang. Di antara macam seni itu ada yang bisa dibawakan berulang kali. Tidak semua orang bisa membawa atau mengulang karya-karya seni , maka orang yang melakukan seni ulangpun sisebut seniman.
Namun ada pula seni yang tak dapat diulang, yaitu seni sastra dan seni lukis. Seni karya adalah hasil seniman dalam satu perbuatan seni. Dimana dia memindahkan suatu seni yang asli pada hasil karyanya.
Namun ada pula karya lukis yang dihasilkan berdasarkan seni abstrak. Seni abstrak ini adalahhasil penangkapan idea si pelukis yang ada di belakang gejala-gejala obyektifnya, yang sesungguhnya berada dalam dirinya. Si pelukis tidak memandang kenyataan obyeknya, melainkan idea yang ada dalam dirinya. Tidak memandang dengan kedua matanya, melainkan memandang dengan mata jiwanya. Sehingga jika kita menyaksikan hasilnya pun harus dengan mata jiwa, tidak dengan mata indra, kita harus bisa menafsirkan idea-idea lukisan itu.
Baik seni lukis natural maupun abstrak adalah berasal dari Tuhan. Manusia hanya bisa berkarya menuangkanya ke atas kanvasnya. Dalam seni musik pun demikian , bahkan dalam segala ilmu pengetahuan pun demikian, pengetahuan itu milik tuhan manusia hanya mencari dan mencintai pengetahuan.
Maka bisa di artikan bahwa yang benar adalah seni itu karena tuhan, untuk manusia.  Namun perlu di jelaskan disini karya seni yang berdasarkan ilhamlah yang membentuk kebudayaan. Karena karya seni lain yang berdasarkan empiris hanyalah mengikuti zaman itu sendiri.

METAFISIKA
A.     Pengertian Istilah Metafisika
“Menurut Aristoteles, filsafat pertama (prote philosophia) adalah ilmu tentang peradaan sebagai peradaan. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisika”[16]
Arti dasar istilah ini ialah “yang mengikuti fisika” atau “yang datang setelah fisika” (ta meta ta phisica). Nama ini didasarkan pada pembagian karya Aristoteles ysng dibuat oleh Andronikos dari Rodi (abad I sebelum masehi)[17].
Nama metafisika yang diberikan pada karya Aristoteles dapat dilihat dari beberapa segi.
a.       Metafisika sebagai etiket bibliografis atas karya Aristoteles. Ini berhubungan dengan maksud tulisan Aristoteles dan ia sendiri belum membuat pembagian-pembagian isi tulisannya. Pembagian-pembagian ini dibuat sesudah ia meninggal dan tentu nama yang ditempelkan pada kelompok tulisannya antara lain nama “metafisika” sama sekali tidak dibuat oleh dirinya sendiri.
b.      Metafisika dari segi pedagogis. Nama metafisika ini dapat dilihat pula dari segi pedagogis. Sebagaimana dalam dunia pendidikan, biasanya yang gampang diajarkan lebih dulu dan lebih sulit kemudian, demikian kiranya karya-karya mengenai yang ada. Karena sulit, diberikan atau diajarkan, dalam konteks Aristoteles, sesudah fisika.
c.       Metafisika dalam arti filosofis. Pada abad pertengahan istilah metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yang ada, karena muncul sesudah dan melibihi yang fisika (post physicam et supra physicam). Istilah sesudah tidak boleh diartikan secara temporal.Istilah sesudah yang dimaksudkan disini ialah bahwa obyek metafisika sendiri berada pada abstraksi ketiga. Metafisika sebagai abstraksi dating sesudah fisika dan metafisika. Kata melebihi tidak menunjukkan unsur special, ruang. Kata melebihi berati metafisika melebihi abstraksi yang lain, menempati posisi tertinggi dari semua kegiatan abstraksi karena menempati jenjang abstraksi paling akhir.
Sebagai contoh, beberapa orang menganggap kepemilikan uang adalah segalanya dalam hidup. Filsafat tidak menerima itu begitu saja. Ia mencoba untuk mencari apa itu yang segalanya dalam hidup. Apakah dengan kepemilikan uang maka orang akan bahagia? Belum tentu, karena itu hanya bersifat material. Kebahagiaan tidak mudah diterjemahkan begitu saja, maka uang pun bukan jawaban. Lalu dimana metafisikanya? Hal ini terletak pada materi dan non-materi. Bahwa memiliki uang pun juga tidak salah karena manusia butuh untuk memenuhi kebutuhannya, namun menyerahkan diri demi uang juga bisa menjerumuskan manusia. Kedua logika itu tidak salah karena keduanya logis. Maka, metafisika keduanya pun juga sah karena bersifat universal. Indikator yang dipergunakan adalah terkait dengan diri manusia itu sendiri. Baik itu di luar diri manusia, toh itu berorientasi pada diri manusia.

B.     Masalah Istilah
Metafisika oleh Aristoteles dinamakan filsafat pertama. Masalah realitas, kualitas, kesempurnaan, yang-ada, bagi Aristoteles, semuanya merupkan filsafat pertama, dalam arti filsafat yang bersangkutan dengan sebab-sebab terdalam prinsip-prinsip kostitutif dan tertinggi dari segala hal.[18]
Pada abad ke17 Cristian Wolff menunjukkan suatu istilah yang baru, yakni ontology. Menurut Cristian Wolff, metafisika adalah ilmu mengenai yang-ada secara keseluruhan. Jadi mengenai segala sesuatu yang dapat ditangkap akalbudi. Logika, filsafat praktis dan teori mengenai alam tidak masuk dalam metafisika.
Crusius, murid Hoffmsnn, menegaskan bahwa metafisika menyangkut kebenaran yang niscaya. Ia mengecualikan filsafat praktisbtidak begitu dipisahkan antara kebenaran niscaya dan ke-Wolff, tetapi dengan urutan yang sedikit berbeda.[19]
Metafisika dapat dikatakan sebuah usaha sistematis, reflektif dalam mencari hal yang ada dibelakang hal-hal yang fisik dan bersifat partikular. Itu berarti usaha mencari prinsip dasar yang mencangkup semua hal. Yang-ada merupakan prinsip dasar yang dapat ditemukan pada semua hal. Karena itu, metafsika khususnya yang dimaksudkan dalam karya ini adalah ilmu mengenai yang-ada yang bersifat universal atau ilmu yang mengenai yang-ada.
C.     Metafisikan dan pengetahuan biasa
Untuk menggarisbawahi obyek formal metafisika, kita perlu membedakan metafisika dan pengetahuan biasa. Pengetahuan biasa menyangkut masalah yang-ada. Orang mengetahui apa saja, baik yang sudah ada, maupun yang mungkin ada. Kondisi pengetahuan biasa ialah bahwa kita tidak bertemu dengan yang-ada tetapi kita tidak mengetahui secara persis ciri yang-ada dari benda-benda itu. Kita berhubungan dengan ekstensi, raga,wujud, dan bukan yang-ada sendiri dalam benda-benda itu.
Terdapat beberapa perbedaan antara pengetahuan biasa dan metafisika.[20]
a.       Dalam pengetahuan biasa kita mengenal yang-ada dan menerima begitu saja keberadaan sesuatu serta menganggapnya sebagai fakta polos yang tidak membutuhkan banyak penjelasan dan keterangan lebih lanjut. Kita tidak perlu pusing dengan keberadaan sesuatu itu. Sebaliknya, metafisika justru berusaha mencari struktur dasar dari yang-ada, prinsip-prinsip dasar, dan kategori-kategori yang memperjelas keberadaan itu.
b.      Pengetahuan biasa mengenai yang-ada sebagian besar pada hal-hal yang partikular. Yamg-ada dalam pengetahuan biasa diketahui dalam bentuk-bentuk beraneka macam. Pengetahuan biasa  tetap dalam keanekaan bentuk pengetahuan. Sebaliknya, metafisika mempertanyakan dan menyelidiki unsur pemersatu didalamnya. Metafisika mencari tahu sifat universal dari semua, yakni bagaimana yang-ada menjadi sama untuk semua.
c.       Pengetahuan biasa mengenai yang-ada hanya terbatas pada tingkat keberadaan empiris. Maksudnya, kalau kita berpikir mengenai yang-ada kita memikirkannya dalam hubungan dengan benda-benda material, jasmani. Sebaliknya, metafisika menarik dari yang jasmani itu yang-ada, yang mengatasi pengalaman langsung. Metafisika menarik dari pengalaman langsung itu segi yang-ada saja.

D.     Metafisika dan Ilmu pengetauan partikular
Guna mempertajam pemahaman mengenai obyek formal metafisika perlu dibandingkan metafisika dengan ilmu pengetahuan yang berkutat dengan bagian-bagian tertentu realitas atau menurut Thomas Aquinas, ilmu pengetahuan partikular.[21]
a.       Ilmu pengetahuan partikular bergulat dengan sebagian realitas sebagai obyek materialnya.ilmu itu menyelidiki bagian khusus dari yang ada. Misalnya, obyek material psikologi eksperimental adalah manusia (tingkah laku manusia). Seorang psikolog dari bidang ini bisa saja menyelidiki tikus, kera, tetapi selalu dalam hubungan dengan studi hubungan manusia. Ia tidak boleh keluar dari tujuan semula, yakni masalah tingkah laku manusia. Bila ia keluar dari sana, misalnya hanya melihat tingkah laku tikus dan berhenti disitu, ia tidak dapat dikatakan lagi menjalankan penyelidikan psikologi eksperimental. Metafisika tidak mempunyai obyek material tertentu itu, tetapi semuanya, karena menyangkut semua yang ada.
Perbedaan ini tidak merupakan perbedaan besar. Perbedaan yang sangat tajam terletak dalam obyek formal. Obyek formal metafisika adalah realitas sebagai realitas, sedangkan ilmu pengetahuan menyangkut sebagian dari realitas
b.      Metafisika mempunyai obyek formal tersendiri, karena itu merupakan sebuah ilmu otonom. Kekhususan metafisika ialah bahwa metafisika melihat semuanya secara universal, yakni yang-ada pada semua hal. Karena itu metafisika, dalam hubungan ilmu-ilmu lai, disebut scientia universal (ilmu universal).
Tetapi keliru kalau kita melihat metafisika sebagai koleksi atau penjumlahan ilmu-ilmu lain. Kekeliruan ini terletak pada sikap tidak menerima metafisika sebagai ilmu otonom, yang memiliki obyek formal dan materialnya sendiri. Anggapan bahwa metafisika adalah ilmu sebagai penjumlahan ilmu-ilmu khusus yang lain adalah keliru karena tidak cocok dengan obyek formalnya. Metafisika berkutat dengan yang-ada sebagai yang-ada, bukan obyek yang lain dan obyek ini tidak ditemukan dalam ilmu-ilmu lain.
c.       Metafisika meneliti hal-hal yang ada sehubungan dengan sebab-sebab yang terdalam dan universal. Karena itu, metafisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling tinggi dalam pengertian kata ilmu. Metafisika mempunyai kedudukan tersendiri dan tidak boleh diperlakukan seperti yang lain, karena setiap ilmu yang lain tergantung pada metafisika, pada prinsip-prinsip metafisika yakni prinsip-prinsip realitas itu sendiri.

E.      Metafiska dan cabang-cabang filsafat
Semua cabang filsafat lain bersandar pada metafisika. Hubungan metafisika dengan cabang filsafat lain, lebih dekat dan erat daripada metafisika dengan ilmu-ilmu partikular.[22]
a.       Filsafat alam atau, sering disebut, kosmologi. Filsafat alam berkutat dengan yang-ada sebagai subyek yang memberi kondisi untuk gerak dan perubahan. Filsafat ini merenungkan dunia substabsi jasmani. Salah satu masalah utama dalam filsafat alam ialah masalah konstitusinterakhir dan paling mendasar dunia material. Ilmu ini berkutat pula dengan masalah sebab dari gerak, hakikat ruang dan waktu.
b.      Filsafat manusia atau psikologi filosofi. Cabang filsafat ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan filsafat alam dan pada tingkat yang paling dasar, dengan metafisika. Filsafat ini merupakan ilmu tersendiri, tidak dapat disamakan begitu saja dengan metafisika. Alasannya, filsafat manusia mempunyai obyek  formalnya sendiri, yakni mencari pemahaman filosofi mengenai keberadaan manusia lewat analisis kegiatan-kegiatannya. Ilmu ini berkecimpung dengan asal usul manusia, kebiasaan, dan kemampuan, dan seterusnya.
c.       Teori pengetahuan. Cabang filsafat ini berkutat dengan pengetahuan manusia mengenai realitas. Dalam lingkungan Tomistik, filsafat pengetahuan merupakan studi kritis dan refleksif mengenai hakikat dan kondisi pengetahuan manusia.
d.      Filsafat Moral (etika). Obyek material filsafat ini ialah kegiatan manusia berdasarkan kehendak. Obyek formalnya ialah prinsip-prinsip tingkah laku manusia yan dapat mengarahkan tindakannya pada tujuan akhir. Karena itu penilaian baik atau buruk dalam etika berdasarkan cocoknya  suatu tindakan dengan tujuan akhir atau tidak. Kendatipun merupakan ilmu tersendiri.
e.       Teologi natural. Ilmu lain yang sangat erat hubungannya dengan metafisika ialah teologi natural yang bergulat dengan eksistensi Allah dan Kodrat-Nya. Dalam teologi natural, kita mempertimbangkan secara filosofis hal-hal yang terbatas, dan dengan cara itu kita menetapkan aneka pembuktian mengenai eksistensi Allah, sebagai penyebab pertama dari semua yang ada. Sesudah menyelidiki eksistensi Allah, teologi natural meneliti kodrat Allah dan atribut-atributnya. Metafisika yang berperan sebagai teologi natural seringkali disebut ilmu ilahi
f.       Cabang-cabang filsafat sangat khusus. Terdapat pula cabang-cabang filsafat khusus yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari cabang-cabang filsafat seperti terurai diatas. Keanekaan filsafat mengenai bidang khusus menjadi mungkin, karena semua ilmuan mengandaikan suatu pemahaman mengenai esensi obyek spesifik yang ditelitinya. Metafisika yang berkaitan dengan bidang-bidang khusus ilmu pengetahuan, disebut juga ontology regional.
Setiap ilmu memuat unsur metafisik, yakni esensi, prinsip-prinsip dasar dari obyek yang dibahas, tetapi secara tersirat. Karena  adanya unsur matafisik dalam setiap ilmu pengetahuan khusus, filsafat yang berdasarkan bidang ilmu pengetahuan khusus itu menjadi mungkin. Metafisika sebagai suatu bentuk pemahaman khusus, yang berkutat dengan esensi dan prinsip-prinsip dasar yang tersirat dalam ilmu pengetahuan khusus dan dipermasalahkan dalam filsafat khusus. Bila dilihat secara garis lurus, ilmu pengetahuan khusus memuat unsur-unsur yang berkaitan dengan metafisika. Filsafat khusus membahas segi metafisik, tetapi tetap dalam kaitan dengan bidang tertentu yakni yang berkaitan dengan obyek ilmu khusus.
g.       Logika. Logika lebih banyak berkutat dengan teknik berpikir lurus dan benar, tetapi tidak mengenai kebenaran dalam dirinya sendir. Masalah kebenaran merupakan obyek pembahasan filsafat pengetahuan.
F.      Aliran-aliran dalam Metafisika
Hasbullah Bakry membagi ilmu metafisika dalam dua golongan, yaitu ontologi dan teologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang-ada ini? Pertama kali orang sudah dihadapkan pada adanya dua kenyataan, yaitu kenyataan berupa materi dan kenyataan berupa rohani kejiwaan.[23]
Hasbullah Bakry berpendapat akan timbul empat aliran dalam filsafat metafisika, yaitu :[24]
1.      Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa wujud ini terdiri atas dua hakikat sebagai sembernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Kedua hakikat itu masing-masing azali dan abadi. Kaitan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas adanya kerja sama kedua hakikat ini adalah dalam diri manusia. Kedua hakikat itu dengan istilah “ dunia kesadaran” (rohani) dan “dunia ruang” (kebendaan). Tokoh dualisme salah satunya adalah Descartes.
2.      Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi. Adapun segala sesuatu yang lainnya berupa jiwa atau roh tidak merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau roh menurut paham materialisme hanyalah sebagai akibat saja dari proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
3.      Idealisme
Aliran idealism dinamakan juga spiritualisme. Idealism bararti serbacita, sedangkan spiritualisme serba-roh. Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka wana ini semua berasal dari roh (sukma) atau sejenis dengan itu. Pokoknya sesuatu yang tidak berbentuk dan materi atau zat itu hanyalah suatu dari jenis penjelmaan rohani
4.      Agnosticisme
Secara sederhana aliran ini ialah mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat seperti yang dikehendaki oleh ilmu metafisika. Baik hakikat materi ataupun hakikat rohani.
Golongan yang kedua dari metafisika menurut Hasbullah Bakry adalah teologi. Yang dimaksud ajaran teologi dalam filsafat metafisika ialah teologi naturalis, yakni filsafat ketuhanan yang berpengkal semata-mata pada kejadian alam.
Teologi naturalis ini dibagi menjadi dua aliran besar, yaitu sebagai berikut :[25]
a.       Theisme
Theisme ialah aliran yang berpendapat bahwa ada sesuatu kekuatan yang berdiri diluar alam dan menggerakkan alam ini. Kekuatan itu ialah Tuhan. Tuhan itulah yang menggerakkan dan memelihara jalannya aturan-aturan dunia sehingga dunia ini teratur dengan baik. Tuhan adalah sebab bagi yang ada dialam ini. Segala-galanya bersandar pada sebab ini. Tuhan adalah dasar dari segala yang ada dan yang terjadi dalam alam ini. Dalam aliran theisme, alam ini tidak beredar menurut hukum dan peraturan-peraturan yang tidak berubah, tetapi beredar menurut kehendak mutlak Tuhan. Oleh sebab itu, theisme mengakui adanya mukjizat.
b.      Pantheisme
Pan berate seluruh. Pantheisme dengan demikian mengandung arti seluruhnya tuhan. Pantheisme berpendapat bahwa seluruh kosmos ini adalah tuhan. Semua yang ada dalam keseluruhannya ialah tuhan, dan Tuhan ialah semua yang ada dalam keseluruhannya. Benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indra adalah bagian dari tuhan. Jadi Tuhan adalah immanent, yaitu berada dalam alam ini, bukan diluar kerena seluruh kosmos ini adalah satu maka Tuhan dalam pantheisme ini mempunyai bagian-bagian.













PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa masalah yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Yang mana bila dipahami memikirkan sesuatu permasalahan dengan melalui pikiran yang sehat dan dapat diterima oleh akal manusia. Estetika (filsafat keindahan) Objek dari astetika adalah pengalaman akan keindahan. Dalam estetika yang dicari adalah hakikat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan keindahan rohani, keindahan alam dan keindahan seni), diselidiki emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah , agung, tragis, bagus, mengharukan, dan sebagainya. Metalmu tentang peradaan sebagai peradaan. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisika


















DAFTAR PUSAKA

Mundiri,1994, Logika, Semarang, Rajawali Pers
Abdullah, Muhammad yatim, 2005, Pengantar Studi Etika, Pekanbaru, Rajawali Pers
Surajiyo, 2005, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara
Almansyah Muhammad, 1987, Budi Nurani Filsafat Berpikir, Jakarta, Titik Terang
Bakker Anton, 1991, ontology metafisika umum, Yogyakarta, kanisius
Surajiyo, dkk, 2005, dasar-dasar logika, Jakarta, bumi aksara




[1] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 1
[2] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 1
[3] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 1-2
[4] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 19-20
[5] Drs. Surajiyo,dkk, dasar-dasar logika, (Jakarta: bumi aksara, 2005), hal 3
[6] Drs. Surajiyo, 2005, hal 3
[7] Surajiyo, dkk,dasar-dasar logika, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 17
[8] Surajiyo, dkk,dasar-dasar logika, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 18
[9] Surajiyo, dkk, 2005,  hal 18
[10] Jujun Suparjan Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Bogor, pustaka sinar harapan, 1982) , hal 46
[11] Drs.H Burhanuddin Salam, Logika Formal Filsafat Berpikir, (Bandung: Bina Aksara,1988), hal. 5
[12] Drs.H Burhanuddin Salam, Logika Formal Filsafat Berpikir, (Bandung: Bina Aksara,1988), hal. 5
[13] Drs.H Burhanuddin Salam, Logika Formal Filsafat Berpikir, (Bandung: Bina Aksara,1988), hal. 14
[14] Drs.H Burhanuddin Salam, Logika Formal Filsafat Berpikir, (Bandung: Bina Aksara,1988), hal. 23-24
[15] Drs.H Burhanuddin Salam, Logika Formal Filsafat Berpikir, (Bandung: Bina Aksara,1988), hal. 16
[16] Drs. Surajiyo,dkk, dasar-dasar logika, (Jakarta: bumi aksara), hal 5
[17] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 17
[18] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 19
[19] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 20
[20] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 27-28
[21] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 28-29
[22] Loren Bagus, Metafisika, (Jakarta, Gramedia pustaka Utama, 1991),  hal 30-33
[23] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 124
[24] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 124
[25] Drs.Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta, bumi aksara, 2005), hal 125-126

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © SLAMET - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -