Posted by : Slamet
Rabu, 03 Juli 2019
Saat sakit menjelang wafat, khalifah Sulaiman bin bin Abdul Malik memanggil putranya. Dipakaikan baju khalifah kepadanya, ternyata kebesaran. Diberinya pedang kekhalifahan, ternyata ia tidak kuat membawanya.
Sambil menangis ia mengatakan, “Sungguh beruntung orang yang meninggal tatkala anak-anaknya sudah dewasa.”
Anak Sulaiman saat itu belum dewasa, tidak siap menjadi khalifah sepeninggalnya.
“Tidak wahai khalifah,” kata Raja’ bin Haiwah, ulama tabiin yang menjadi penasehatnya. “Sesungguhnya yang beruntung adalah orang-orang yang bertaqwa.”
“Lalu siapa yang harus menjadi khalifah berikutnya, wahai Raja’?”
“Ringankanlah hisabmu wahai khalifah. Pilihlah orang yang adil dan bertaqwa menjadi penggantimu.”
“Siapa dia?”
“Adik ipar dan sepupumu, Umar bin Abdul Aziz.”
“Tapi jika Umar yang jadi khalifah, adikku Yazid dan Hisyam bisa memberontak.”
“Kalau demikian, tulislah nama keduanya setelah nama Umar bin Abdul Aziz.”
Selain mendapat nasehat dari Raja’ bin Haiwah, yang membuat Sulaiman yakin menunjukkan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah berikutnya adalah mimpi yang dialaminya.
Dalam tidurnya, Sulaiman bermimpi ada suara yang menyeru, “Sesungguhnya Umar bin Abdul Aziz adalah tameng yang akan melindungimu.”
Mimpi itu bukanlah mimpi biasa. Mimpi itu terus membayangi Sulaiman. Hingga ia yakin bahwa memilih Umar bin Abdul Aziz akan menyelamatkannya dari azab akhirat.
Akhirnya Sulaiman pun menurut surat wasiat. Ia menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah sesudahnya, dan jika Umar meninggal, ia akan digantikan oleh Yazid bin Abdul Malik.
Mendapati dirinya ditunjuk menjadi khalifah melalui surat wasiat itu, Umar bin Abdul Aziz menolak. Ia menyerahkan amanah itu kepada rakyat. Agar rakyat memilih siapa khalifah yang paling mereka cintai. Rupanya orang-orang yang berkumpul di Jami’ Umawi itu semuanya memilih Umar bin Abdul Aziz.
Lembaran baru dimulai. Pemerintahan yang adil dan mensejahterakan datang. Hanya dalam waktu 2,5 tahun memerintah, Umar bin Abdul Aziz membawa perubahan yang luar biasa. Masyarakat kembali bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keberkahan turun kepada mereka. Sampai-sampai pemerintah kesulitan mencari orang yang mau menerima zakat.
Mayoritas penduduk sejahtera. Bahkan yang belum sejahtera pun sangat menjaga dirinya, merasa kaya jiwa hingga tidak mau menerima zakat apalagi meminta-minta. [Ibnu K/Tarbiyah]