Posted by : Slamet
Minggu, 18 Maret 2018
Siapa sangka, di balik wajah unyu-unyu, pemuda berseragam putih abu-abu itu adalah mas'ul dakwah Rohis se-Tasikmalaya. Sebuah tanggungjawab besar yang beresiko karena saat itu aktifis Rohis kadang ditangkap dan diinterogasi intelijen orde baru.
Waktu itu, jilbab dilarang. Siswi SMA yang mengenakan jilbab, bisa dikeluarkan dari sekolah. Itu salah satu hal yang membuatnya gelisah.
Dalam kerisauan, ia menemukan sebuah strategi. Strategi sunyi. Rohis mengambil langkah baru; siswi tercantik dan terpintar didekati dan didakwahi. Saat ia mengenakan jilbab, sontak siswi lain pun mengikuti. Sekolah pun tak bisa berbuat banyak. Mengeluarkan siswi teladan adalah aib dan kehilangan. Biidznillah, jilbab menang.
Berbilang tahun kemudian, Universitas Paramadina menjadi sumber kontroversi. Wacana pernikahan beda agama mulai mengalir dari sana. Juga beragam wacana kontroversial lainnya.
Ibarat kebakaran, setiap orang melihat api. Api itu berkobar di Paramadina. Namun tak ada yang memadamkannya, hanya mengecam dan membicarakan.
Ia yang dulu telah memenangkan perjuangan jilbab dengan strategi sunyi, kini tampil lagi. Tahun 2005, ia menjadi Rektor Universitas Paramadina menggantikan Nurcholis Majid. Tak lama kemudian, api pun padam. Tak ada lagi kontroversi sejak 2006.
Dalam iklim Paramadina yang stabil, kepemimpinannya diteruskan oleh Anies Baswedan di tahun 2007. Lelaki dengan strategi sunyi itu tak lain adalah Muhammad Shohibul Iman.
Kini ia dipercaya Majelis Syuro untuk memimpin Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di tangan sosok profesional dan pekerja keras ini, akankah PKS berjaya meraih dua digit suara sebagaimana dulu jilbab dimenangkan dan Universitas Paramadina ditata? Kita tunggu saja. [Ibnu K/Tarbiyah.net]