Posted by : Slamet
Rabu, 16 Oktober 2019
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mendapat undangan untuk bertemu Presiden Joko Widodo. Namun saat ini PKS memilih tidak bertemu Jokowi.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid. Ia pun menjelaskan mengapa PKS memilih tidak bertemu Jokowi untuk saat ini.
Menurutnya, tanpa bertemu dengan petinggi PKS pun, Jokowi sudah cukup sibuk memikirkan porsi menteri untuk partai-partai pendukungnya.
"Nanti jangan sampai kesannya ada pertemuan (dengan PKS), kemudian artinya mau koalisi, mau gabung, minta menteri. Ribet lagi nanti jadinya. Karena Pak Jokowi saja saya kira hari ini cukup puyeng memikirkan porsi kementerian untuk seluruh partai pendukungnya. Kan partai pendukung beliau tidak sedikit," kata Hidayat usai bertemu Jokowi dalam kapasitasnya sebagai wakil ketua MPR, Rabu (16/10/2019).
Apalagi, lanjutnya, 60 persen komposisi menteri akan diisi profesional. Artinya, hanya 40 persen porsi menteri yang diisi oleh tokoh partai politik. Bila ada 34 kementerian, jatah menteri untuk parpol hanya ada 16 orang.
"Padahal kan partai pendukung dia (Jokowi) saja lebih dari enam. Pasti tidak mudah membagi," kata Hidayat seperti dikuti Republika.
Hidayat menambahkan, pada prinsipnya PKS tidak menutup pintu silaturahim, termasuk pertemuan dengan Presiden Jokowi. Hanya saja, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan pemilihan waktu pertemuan yang bisa saja berujung pada berbagai asumsi.
Jika ada pertemuan saat ini, bisa saja timbul kesan mau koalisi atau bahkan minta kursi menteri.
Hidayat menegaskan bahwa PKS memutuskan berada di luar kabinet. Berada di luar kabinet atau menjadi oposisi, menurutnya, justru menyelamatkan demokrasi.
"Kalau semua orang bergabung di pemerintahan, lah terus siapa yang melakukan check and balance?" tandasnya.
Lebih jauh Hidayat mengatakan, PKS bersedia melakukan pertemuan dengan Jokowi setelah tidak ada lagi kegaduhan mengenai koalisi atau jatah menteri. [Ibnu K/Tarbiyah]