Posted by : Slamet
Selasa, 02 Agustus 2016
KH Tengku Zulkarnain melihat ada sesuatu yang tidak tepat dengan penanganan kerusuhan di Tanjungbalai, baru-baru ini. Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu mempertanyakan mengapa Meliana sang pemicu kerusuhan hanya ditetapkan sebagai saksi, bukan tersangka. Sedangkan yang ditangkap semuanya adalah muslim.
“Dia (Meliana, red) kan melakukan pelecehan agama, maki-maki agama orang. Kalau pemerintah tidak jeli, orang Islam diinjak terus bertambah parah Indonesia ini nantinya,” kata Tengku Zulkarnain.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa masalah itu hanya pemicu terjadinya kerusuhan. Masalah besarnya seperti gunung es.
“Yang jelas orang Islam di mana-mana selalu mengalami tiga kondisi. Pertama kezaliman, kedua ketertindasan, ketiga ketidak berdayaan. Ini yang sebetulnya harus diselesaikan oleh pemerintah. Sehingga kalau dibakar nantinya tidak terbakar. Kalau yang tiga ini tetap ada di mana-mana nantinya akan mudah terjadi (konflik, red). Sebab di mana-mana sudah tidak tahan,” imbuhnya seperti dikutip Kiblat.
Tengku Zulkarnain menegaskan bahwa apa yang ia katakan bukanlah rasis karena ibunya sendiri adalah orang Cina, kakek neneknya juga Cina.
Di Tanjungbalai Cina hanya 1-2 persen. Sisanya sebanyak 98 persen adalah umat Islam. Namun, di Tanjungbalai dibangun patung Budha setinggi tiga meter. Hal-hal seperti itu perlu dipertimbangkan kembali karena menurutnya tidak pantas.
Tengku Zulkarnain menilai, semestinya non muslim di Tanjungbalai tidak memprotes adzan. Karena selama ini umat Islam juga tidak protes meskipun bau dupa dan terdengar bunyi lonceng.
Sedangkan menanggapi wacana pengaturan pengeras suara masjid, Tengku Zulkarnain cukup keras menyikapinya.
“Kalau masjid dilarang, saya tambah keras. Pasti melawan. Azan kok dilarang. Kalau ngaji pakai kaset dilarang saya setuju. Tapi kalau azan dilarang kita lebih baik bacok-bacokan saja, perang. Saya mimpin perangnya, kalau dilarang azan pakai pengeras suara itu,” tandasnya. [Ibnu K/Tarbiyah.net]
“Dia (Meliana, red) kan melakukan pelecehan agama, maki-maki agama orang. Kalau pemerintah tidak jeli, orang Islam diinjak terus bertambah parah Indonesia ini nantinya,” kata Tengku Zulkarnain.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa masalah itu hanya pemicu terjadinya kerusuhan. Masalah besarnya seperti gunung es.
“Yang jelas orang Islam di mana-mana selalu mengalami tiga kondisi. Pertama kezaliman, kedua ketertindasan, ketiga ketidak berdayaan. Ini yang sebetulnya harus diselesaikan oleh pemerintah. Sehingga kalau dibakar nantinya tidak terbakar. Kalau yang tiga ini tetap ada di mana-mana nantinya akan mudah terjadi (konflik, red). Sebab di mana-mana sudah tidak tahan,” imbuhnya seperti dikutip Kiblat.
Tengku Zulkarnain menegaskan bahwa apa yang ia katakan bukanlah rasis karena ibunya sendiri adalah orang Cina, kakek neneknya juga Cina.
Di Tanjungbalai Cina hanya 1-2 persen. Sisanya sebanyak 98 persen adalah umat Islam. Namun, di Tanjungbalai dibangun patung Budha setinggi tiga meter. Hal-hal seperti itu perlu dipertimbangkan kembali karena menurutnya tidak pantas.
Tengku Zulkarnain menilai, semestinya non muslim di Tanjungbalai tidak memprotes adzan. Karena selama ini umat Islam juga tidak protes meskipun bau dupa dan terdengar bunyi lonceng.
Sedangkan menanggapi wacana pengaturan pengeras suara masjid, Tengku Zulkarnain cukup keras menyikapinya.
“Kalau masjid dilarang, saya tambah keras. Pasti melawan. Azan kok dilarang. Kalau ngaji pakai kaset dilarang saya setuju. Tapi kalau azan dilarang kita lebih baik bacok-bacokan saja, perang. Saya mimpin perangnya, kalau dilarang azan pakai pengeras suara itu,” tandasnya. [Ibnu K/Tarbiyah.net]