Posted by : Slamet
Rabu, 20 Juli 2016
Akibat propaganda islamophobia, banyak orang-orang Barat yang salah mempersepsikan Islam. Hal itulah yang ingin diluruskan oleh Raja Yordania Abdullah II bin Al-Hussein. Di depan Parlemen Eropa, Raja Abdullah II menjelaskan makna menjadi seorang muslim.
Berkali-kali, pidato Raja Abdullah II ini mendapatkan applause dari para anggota parlemen Eropa. Dan di akhir pidatonya, ia mendapatkan standing applause yang meriah, menunjukkan apresiasi dan penghormatan para anggota parlemen Eropa atas pidato tersebut.
Pidato di Strasbourgh pada 10 Maret 2015 itu juga membuat banyak umat Islam terharu. Tidak sedikit netizen yang mengaku menangis melihat pidato Raja Abdullah II.
“Ah keren banget! ahhh kereeeennn...... aku pun terharu... terutama ketika ada apresiasi dari kepala negara lain untuk menghormati beliau,” kata Fitriani A Sjarif.
“Kenapa aku menangis..... Terharu,” kata Giza Paulasari.
“Ini keren, walau sudah lihat berulang kali tapi mata masih berair kalau lihat video ini,” kata Hoshi.
Berikut ini transkrip dan video pidato Raja Abdullah II di depan Parlemen Eropa:
“Apa makna sebenarnya menjadi seorang Muslim. Aku dan banyak Muslim lainnya telah diajarkan sejak tahun-tahun pertama, bahwa agama kami (Islam) menuntut hormat dan perhatian bagi sesama.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak beriman hingga kalian mencitai sesamamu seperti kalian mencintai dirimu sendiri”. Itulah makna menjadi seorang Muslim.
Di antara nama-nama Allah, kita dengar: Maha Pengasih (Ar Rahman) dan Maha Penyayang (Ar Rahim).
Selama hidupku, setiap hari aku mendengar dan memberi salam “Assalamu’alaikum”.
Ucapan kepada orang lain agar diberkati dengan damai. Inilah makna menjadi seorang Muslim.
Lebih dari seribu tahun lalu sebelum Konvensi Jenewa, tentara muslim dilarang membunuh anak-anak, wanita dan orang tua. Dilarang merusakan pohon, dilarang mencelakakan pendeta, dilarang merusak gereja.
Nilai-nilai islam yang sama ini diajarkan kepada kami di sekolah sejak kanak-kanak. Tidak menghancurkan atau menodai di mana Tuhan disembah. Tidak masjid, tidak gereja, tidak sinagong.
Sejarah, geografi dan masa depan mengikat kita. Jangan ada yang memisahkan kita, karena bersama-sama kita bisa membangun pilar-pilar saling menghormati, yang akan mendukung kebaikan bersama bagi generasi mendatang. Terima kasih.”
Berkali-kali, pidato Raja Abdullah II ini mendapatkan applause dari para anggota parlemen Eropa. Dan di akhir pidatonya, ia mendapatkan standing applause yang meriah, menunjukkan apresiasi dan penghormatan para anggota parlemen Eropa atas pidato tersebut.
Pidato di Strasbourgh pada 10 Maret 2015 itu juga membuat banyak umat Islam terharu. Tidak sedikit netizen yang mengaku menangis melihat pidato Raja Abdullah II.
“Ah keren banget! ahhh kereeeennn...... aku pun terharu... terutama ketika ada apresiasi dari kepala negara lain untuk menghormati beliau,” kata Fitriani A Sjarif.
“Kenapa aku menangis..... Terharu,” kata Giza Paulasari.
“Ini keren, walau sudah lihat berulang kali tapi mata masih berair kalau lihat video ini,” kata Hoshi.
Berikut ini transkrip dan video pidato Raja Abdullah II di depan Parlemen Eropa:
“Apa makna sebenarnya menjadi seorang Muslim. Aku dan banyak Muslim lainnya telah diajarkan sejak tahun-tahun pertama, bahwa agama kami (Islam) menuntut hormat dan perhatian bagi sesama.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak beriman hingga kalian mencitai sesamamu seperti kalian mencintai dirimu sendiri”. Itulah makna menjadi seorang Muslim.
Di antara nama-nama Allah, kita dengar: Maha Pengasih (Ar Rahman) dan Maha Penyayang (Ar Rahim).
Selama hidupku, setiap hari aku mendengar dan memberi salam “Assalamu’alaikum”.
Ucapan kepada orang lain agar diberkati dengan damai. Inilah makna menjadi seorang Muslim.
Lebih dari seribu tahun lalu sebelum Konvensi Jenewa, tentara muslim dilarang membunuh anak-anak, wanita dan orang tua. Dilarang merusakan pohon, dilarang mencelakakan pendeta, dilarang merusak gereja.
Nilai-nilai islam yang sama ini diajarkan kepada kami di sekolah sejak kanak-kanak. Tidak menghancurkan atau menodai di mana Tuhan disembah. Tidak masjid, tidak gereja, tidak sinagong.
Sejarah, geografi dan masa depan mengikat kita. Jangan ada yang memisahkan kita, karena bersama-sama kita bisa membangun pilar-pilar saling menghormati, yang akan mendukung kebaikan bersama bagi generasi mendatang. Terima kasih.”